Oleh:
Dr. Erwin, S.H., M.H.
Dosen Pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jambi
JAMBI, Beritategas.com – Baru saja berlalu dari hadapan kita kasus Ratu Narkoba Jambi “Helen” yang Divonis Penjara Seumur Hidup. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi memutuskan pidana dengan hukuman penjara seumur hidup untuk terdakwa Helen Dian Krisnawati ‘Ratu Narkotika’ Jambi.
Dijatuhkannya hukuman penjara seumur hidup ini karena Helen dinilai secara sah melakukan perbuatan melanggar hukum.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Helen Dian Krisnawati dengan pidana seumur hidup,” kata Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jambi, Jumat (1/8/2025), lalu.
Menurut Majelis Hakim perbuatan terdakwa merusak generasi muda bangsa. Bahkan dalam pemeriksaan saksi-saksi maupun ahli yang terangkum di persidangan, terdakwa Helen dinyatakan bersalah.
Hakim menegaskan bahwa perbuatan terdakwa Helen secara terorganisir melakukan perbuatan melawan hukum yaitu peredaran narkotika di Provinsi Jambi.
Apalagi terdakwa juga melakukan perbuatan hukum dengan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli menukar atau menyerahkan narkotika golongan I dengan berat melebihi 5 gram.
“Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Primair Pasal 114 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika” Terdakwa juga adalah otak dari jaringan ini.
Ia tidak hanya terlibat, tetapi mengatur, mengendalikan, dan menutup-nutupi peranannya. Tidak ada sedikit pun penyesalan, lanjut Hakim. Hal-hal yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan ke terdakwa Helen karena menjadi pengendali jaringan narkotika di kota Jambi.
Dalam hal ini saya akan melihat dari segi norma yang ada di Negara Republik Indonesia terkait upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika, baik dari segi bandar, pengedar dan pengguna, karena pada dasarnya Negara Indonesia sudah menyatakan perang terhadap penyalahgunaan narkotika di Indonesia melalui UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, namun dari hari ke hari kita dapat melihat kasus narkotika dari yang terbesar sampai yang terkecil selalu terjadi.
Hal ini menarik untuk kita lihat lebih mendalam bagaimana dengan sanksi pidana yang diancamkan dalam undang-undang tersebut baik bagi bandar, pengedar dan penyalahguna.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bandar, pengedar, dan pengguna narkotika memiliki ancaman hukuman yang berbeda.
Bandar dan pengedar narkotika umumnya dijerat dengan pasal yang lebih berat, sementara pengguna narkotika bisa mendapatkan hukuman penjara atau rehabilitasi, tergantung pada jenis dan jumlah narkotika yang digunakan serta apakah mereka termasuk korban atau pelaku.
Berikut adalah rincian pasal dan ancaman hukumannya:
Bandar dan Pengedar Narkotika:
Pasal 113 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 (UU Narkotika). Mengatur sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika, khususnya dalam hal menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I, dengan sanksi pidana penjara paling singkat 5 tahun paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit 1 Milyar Rupiah paling banyak 10 milyar rupiah, selanjutnya di Pasal 113 ayat (2) Mengatur tentang peredaran gelap narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman. Pelaku dapat diancam pidana mati, penjara seumur hidup penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda maksimum sebagaimana pada ayat (1) ditambah sepertiga.
Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika Mengatur tentang tindak pidana menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menyerahkan narkotika golongan 1. Ancaman hukumannya bisa berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar. Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang tindak pidana menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I yang dalam bentuk tanaman. Dengan sanksi pidana yang berat, termasuk pidana mati, penjara seumur hidup atau paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda maksimum sebagaimana pada ayat (1) ditambah sepertiga.
Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika Mengatur tentang tindak pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman. Ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun penjara dan denda paling sedikit 800 Juta Rupiah paling banyak 8 Miliar Rupih. Berdasarkan Undang-Undang Narkotika Pasal 111 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang tindak pidana narkotika, khususnya terkait dengan penanaman, pemeliharaan, kepemilikan, penyimpanan, penguasaan, atau penyediaan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 Kg atau melebihi 5 batang pohon diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda maksimum sebagaimana pada ayat (1) ditambah sepertiga.
Beberapa aspek penting terkait Pasal 111:
Definisi Narkotika Golongan I dalam Bentuk Tanaman, Pasal ini secara spesifik menyebut “narkotika golongan I dalam bentuk tanaman”, yang mencakup ganja, opium, dan tanaman lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Perbuatan yang dilarang, Pasal ini menjerat perbuatan tanpa hak atau melawan hukum seperti menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.
Sanksi Pidana yang Berat, Ancaman pidana penjara dan denda yang tinggi menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas peredaran gelap narkotika, terutama yang melibatkan tanaman tersebut.
Perbedaan dengan Pasal 112, Pasal 111 berbeda dengan Pasal 112 (yang mengatur narkotika bukan tanaman) dalam hal jenis narkotika yang menjadi objek tindak pidana.
Peran Pengguna dan Pengedar, Ahli hukum juga menyoroti perbedaan antara pengguna dan pengedar, serta bagaimana Pasal 111 dapat menjerat keduanya, terutama jika pengguna terlibat dalam kegiatan yang termasuk dalam perbuatan yang dilarang.
Rehabilitasi, Dalam beberapa kasus pengguna narkotika dapat diberikan rehabilitasi, namun hal ini tidak menghilangkan pidana yang dikenakan jika mereka terbukti melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam Pasal 111.
Penerapan pasal ini seringkali menimbulkan perdebatan, terutama dalam kasus pengguna yang juga terlibat dalam kepemilikan atau penyediaan dalam jumlah kecil. Ahli hukum meminta keadilan dalam pemidanaan, dengan mempertimbangkan peran dan motif pelaku, serta dampak sosial dari perbuatannya.
Selain penegakan hukum, penting untuk meningkatkan upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika dan memberikan akses rehabilitasi yang lebih baik bagi para pengguna.
Selanjutnya Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika, mengatur tentang tindak pidana memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika. Ancaman hukumannya bervariasi, tergantung pada golongan dan jumlah narkotika, berdasarkan Undang-Undang Narkotika.
Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur tentang tindak pidana memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman. Ahli hukum pidana menyoroti beberapa aspek pasal ini, termasuk rumusan yang dianggap “karet” (ambigu) dan potensi disparitas dalam penerapannya.
Bunyi Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009:
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”.
Sedangkan untuk ayat (2) pasal ini dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta denda maksimum sebagaimana pada ayat (1) ditambah sepertiga.
Ahli hukum pidana menyoroti kata “menguasai” dalam pasal tersebut yang dianggap terlalu luas dan ambigu, sehingga dapat menimbulkan multitafsir dalam penerapannya. Rumusan yang kurang jelas dapat menyebabkan perbedaan dalam penerapan pasal ini oleh aparat penegak hukum, yang pada gilirannya dapat menimbulkan ketidakadilan. Perlu adanya penjelasan lebih lanjut mengenai makna “memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan” serta tujuan dari penguasaan narkotika tersebut, apakah untuk digunakan sendiri atau untuk tujuan lain.
Perbandingan dengan Pasal 127 Beberapa ahli hukum pidana berpendapat bahwa pengguna narkotika yang menyimpan atau menguasai narkotika untuk digunakan sendiri seharusnya didakwa dengan Pasal 127, bukan Pasal 112, karena tujuan penggunaannya berbeda dengan pengedar atau bandar.
Kejelasan rumusan pasal ini penting untuk mewujudkan kepastian hukum dan mengurangi disparitas dalam penerapan hukum pidana terkait narkotika. Pasal 112 UU No. 35 Tahun 2009 memiliki beberapa kelemahan dalam rumusan dan penerapannya. Perlu adanya kejelasan makna dari beberapa unsur dalam pasal tersebut agar tidak terjadi multitafsir dan disparitas pemidanaan. Ahli hukum pidana mengusulkan agar aparat penegak hukum lebih berhati-hati dalam menerapkan pasal ini, terutama dalam kasus pengguna narkotika yang menyimpan atau menguasai narkotika untuk digunakan sendiri.
Pasal 132 UU Narkotika mengatur tentang permufakatan jahat dan penyertaan dalam tindak pidana narkotika. Ancaman hukumannya bisa sama dengan tindak pidana pokoknya, sesuai dengan Undang-Undang Narkotika. Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur tentang percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika. Ahli hukum pidana menyoroti pentingnya penerapan pasal ini sesuai dengan makna aslinya untuk menegakkan keadilan bagi pelaku tindak pidana narkotika.
2. Pengguna Narkotika:
Pasal 127 UU Narkotika mengatur tentang penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri. Pengguna narkotika dapat dikenakan pidana penjara atau rehabilitasi, tergantung pada jumlah narkotika yang ditemukan dan apakah mereka termasuk korban atau pelaku, berdasarkan Undang-Undang Narkotika. Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri.
Pasal ini membagi sanksi berdasarkan golongan narkotika yang disalahgunakan. Bagi penyalahguna narkotika golongan I, ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 4 tahun. Ahli hukum pidana menyoroti bahwa pasal ini juga mewajibkan rehabilitasi bagi penyalahguna yang terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika.
Berikut adalah bunyi lengkap dari Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009:(1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I untuk diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II untuk diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;
c. Narkotika Golongan III untuk diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Kesimpulan terkait Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika bahwa undang-undang ini memberikan dasar hukum yang kuat untuk memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika melalui penerapan sanksi pidana yang tegas dan terukur, serta upaya rehabilitasi bagi pengguna.
Pemberantasan dan Pencegahan. artinya, tindak pidana narkotika tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas (jumlah kasus) tetapi juga kualitas (kerapian jaringan sindikat).
Sanksi Pidana yang Tegas. UU ini mengatur pemberatan sanksi pidana, termasuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 tahun, seumur hidup, bahkan pidana mati untuk pelaku kejahatan narkotika yang berat. Pemberatan sanksi ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah tindak pidana narkotika.
Rehabilitasi bagi Pengguna. Selain sanksi pidana, UU ini juga memberikan perlindungan bagi pengguna narkotika dengan mewajibkan rehabilitasi medis dan sosial bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.
Peran BNN. UU ini juga memperkuat peran Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional, serta melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
Pengaturan yang Komprehensif. UU No. 35 Tahun 2009 mengatur berbagai aspek terkait narkotika, mulai dari definisi, golongan narkotika, tindak pidana, sanksi pidana hingga rehabilitasi.
Penegakan Hukum Berkeadilan. Penegakan hukum terkait narkotika juga harus memperhatikan asas-asas keadilan, pengayoman, kemanusiaan, ketertiban, perlindungan, keamanan, nilai-nilai ilmiah dan kepastian hukum.
Perlindungan Anak. UU ini juga memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika, baik melalui rehabilitasi maupun sanksi pidana yang lebih ringan.
Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman