Susahnya Mendapatkan Bio Solar di Jambi, Sanksi Pidana Bagi Penyalahgunaan BBM Bersubsidi

Oleh :
Dr. Erwin, S.H., M.H.
Dosen Pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jambi

JAMBI, Beritategas.com – Fenomena antrean panjang pembelian solar dan Pertalite subsidi di Jambi disebabkan oleh peningkatan konsumsi yang tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup, serta diperparah oleh praktik penyelewengan dan pengawasan yang lemah.

Bacaan Lainnya

Kondisi ini menyebabkan kemacetan lalu lintas, mengganggu aktivitas warga, dan merugikan perekonomian masyarakat, terutama para sopir dan pedagang kecil.

Pasokan BBM yang kurang memadai di beberapa SPBU, khususnya di daerah-daerah luar Kota Jambi, juga menjadi pemicu antrean. Kurangnya Pengawasan terhadap pendistribusian dan pembelian BBM di SPBU dinilai lemah, sehingga praktik penyelewengan sulit diberantas.

Antrean ini sering menyebabkan kemacetan dan keresahan warga, serta sulitnya akses bagi pengguna kendaraan pribadi yang membutuhkan BBM tersebut. BBM subsidi adalah BBM yang diberikan subsidi oleh Pemerintah menggunakan dana APBN yang dijual dengan lebih murah. BBM subsidi memiliki jumlah yang terbatas sesuai kuota yang ditetapkan Pemerintah dan hanya diperuntukkan untuk konsumen tertentu. Jenis BBM yang termasuk BBM bersubsidi adalah Biosolar dan Pertalite.

Penyebab Antrean Panjang:
Peningkatan Konsumsi: Permintaan BBM bersubsidi di Jambi cenderung meningkat, terutama di Kota Jambi, yang menyebabkan antrean kendaraan di SPBU sulit dihindari. Pertamina menyatakan bahwa distribusi solar sudah sesuai kuota harian. Namun, antrean tetap terjadi akibat konsumsi BBM kendaraan yang terus meningkat.

Dugaan Pelangsiran: Banyak keluhan masyarakat yang menyebutkan adanya pelangsir yang berulang kali mengisi BBM bersubsidi di SPBU dengan menggunakan kendaraan yang berbeda-beda, sehingga membuat stok cepat habis.

Aktivitas penyelewengan, Penyelundupan dan pelangsiran bahan bakar bersubsidi sering terjadi, di mana oknum mengumpulkan BBM dengan jerigen atau tangki modifikasi untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi. Antrean panjang juga dikeluhkan masyarakat karena kendaraan milik perusahaan, seperti truk batu bara dan sawit, ikut mengantre di SPBU kota yang seharusnya melayani kendaraan umum.

Para pelangsir BBM ini dapat mengantre beberapa kali dalam sehari di SPBU yang berbeda untuk mengisi tangki berkapasitas besar.

Keterbatasan Kuota: Distribusi BBM bersubsidi memiliki kuota harian yang terbatas, dan ketika konsumsi melebihi kuota tersebut, kelangkaan dan antrean panjang tidak terhindarkan.
Keterbatasan Jumlah SPBU: Jumlah SPBU yang ada belum memadai untuk kebutuhan masyarakat.

Dampak Antrean Panjang
Kemacetan Parah: Antrean kendaraan yang mengular hingga ke jalanan menyebabkan kemacetan lalu lintas, terutama di kawasan SPBU yang ramai. Kerugian bagi pengemudi Sopir angkutan, petani dan nelayan yang sangat bergantung pada solar subsidi harus menghabiskan banyak waktu untuk mengantre. Hal ini mengurangi waktu produktif mereka dan merugikan penghasilan.

Keresahan Masyarakat: Warga sekitar dan pengguna jalan merasa terganggu oleh antrean, yang dapat menghalangi akses ke rumah atau toko serta menyebabkan kelangkaan BBM untuk kebutuhan sehari-hari. Kemacetan lalu lintas, Antrean yang mengular panjang dari SPBU ke jalan raya sering kali menyebabkan kemacetan parah dan mengganggu kelancaran lalu lintas.

Ketidakpuasan Publik: Meskipun Pertamina menyatakan distribusi berjalan sesuai kuota, masyarakat tetap resah karena antrean panjang terus terjadi setiap hari. Gangguan pada masyarakat sekitar Warga yang tinggal di dekat SPBU terganggu karena akses keluar-masuk rumah atau toko mereka terhalang oleh antrean kendaraan.

Meningkatnya harga eceran: Kelangkaan BBM subsidi membuat pedagang eceran menjualnya dengan harga lebih mahal, sehingga membebani masyarakat yang membutuhkan.

Upaya yang Dilakukan
Koordinasi dengan SPBU: Koordinasi dengan pengelola SPBU untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi yang dilakukan oleh para pelangsir atau penimbun BBM Bersubsidi, yang mana tujuannya adalah agar BBM yang disubsidi oleh pemerintah penyalurannya memang tepat sasaran yaitu untuk para pengguna yang memang sudah ditentukan, bukan untuk digunakan oleh para pelangsir atau penimbun BBM Subsidi yang akan dijual kembali oleh para penimbun dan para pelangsir. Pengetatan pengawasan Pemerintah dan Pertamina perlu meningkatkan pengawasan di SPBU untuk menindak tegas praktik pelangsiran dan penyelewengan BBM subsidi tersebut.

Pengamanan di SPBU: Personel kepolisian ditempatkan di SPBU untuk memastikan antrean tertib dan mencegah penumpukan kendaraan yang dapat mengganggu lalu lintas.

Aturan khusus bagi angkutan industri: Sejak tahun 2024, Pemkot Jambi telah melarang truk angkutan batu bara dan sawit mengisi solar di SPBU dalam kota dan menetapkan lima SPBU khusus untuk mereka. Aturan ini perlu ditegakkan secara konsisten.

Penerapan Aturan QR Code: Untuk mendapatkan BBM bersubsidi, masyarakat diwajibkan mendaftar melalui aplikasi MyPertamina untuk mendapatkan QR Code, yang diberlakukan sejak 1 Januari 2025 untuk Solar. Pertamina telah menerapkan sistem pendaftaran melalui program Subsidi Tepat, yang mengharuskan konsumen mendaftarkan kendaraannya untuk membeli BBM subsidi. Langkah ini bertujuan agar penyaluran lebih tepat sasaran.

Penindakan hukum: Kepolisian diharapkan dapat menindak tegas para pelaku penyelewengan BBM yang merugikan masyarakat.

Evaluasi kuota: Pemerintah daerah perlu mengusulkan penyesuaian kuota BBM bersubsidi kepada BPH Migas jika pasokan yang ada dinilai tidak mencukupi
Pelaku penimbunan solar dan Pertalite subsidi di Jambi terancam sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 60 miliar, berdasarkan Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 

Tindakan ini merupakan penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak bersubsidi.

Dasar Hukum Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur sanksi bagi orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah.

Bahan bakar minyak bersubsidi (seperti Biosolar dan Pertalite) memiliki jumlah terbatas dan hanya diperuntukkan untuk konsumen tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. 

Penimbunan mengakibatkan kelangkaan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi, sehingga menghambat distribusi yang seharusnya tepat sasaran.

Pada dasarnya pelaku penyalahgunaan BBM subsidi dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan beberapa pasal:
Pasal 53 Setiap orang yang melakukan: a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah); c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah); d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).

Pasal 54 Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi dan hasil olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Pasal 55 Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Pasal 56(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tuntutan dan pidana dikenakan terhadap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan/atau pengurusnya. (2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, pidana yang dijatuhkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda ditambah sepertiganya.

Pasal 57 (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 adalah kejahatan.

Pasal 58 Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan adalah pencabutan hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 55 UU Migas mengatur sanksi bagi penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi. Pelaku dapat dipenjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp. 60 miliar.

Pasal 53 huruf c UU Migas Pasal ini menjerat pelaku yang menyimpan BBM tanpa izin usaha penyimpanan. Sanksinya berupa pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling tinggi Rp.30 miliar.

Masyarakat diimbau untuk melaporkan praktik penimbunan atau penyalahgunaan BBM subsidi kepada pihak berwajib agar dapat ditindaklanjuti. Penimbunan BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis Solar dan Pertalite merupakan tindak Kejahatan yang merugikan masyarakat bahkan Negara yang kegiatannya berupa pengangkutan, penyimpanan, penjualan tanpa adanya izin dari pihak berwenang yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha.

Pelaku penimbunan BBM bersubsidi dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), khususnya Pasal 55, yang mengatur penyalahgunaan pengangkutan dan niaga BBM bersubsidi. 

Penimbunan, penyimpanan, atau penjualan BBM bersubsidi tanpa izin dari pihak berwenang adalah tindak pidana. Penggunaan BBM bersubsidi oleh industri, kendaraan mewah, atau pihak lain yang tidak berhak juga merupakan penyalahgunaan yang melanggar ketentuan. 

Diperlukan pengawasan yang ketat untuk mengurangi penyalahgunaan dan memastikan BBM bersubsidi sampai kepada masyarakat yang berhak. Sinergi antara penegak hukum dan kesadaran masyarakat penting untuk mencapai tujuan penegakan hukum.

Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman

Ikuti Kami di :

Pos terkait

banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses