Menghukum dan Mencegah Berkembangnya Perilaku Homoseksual dalam Perspektif Pancasila di Jambi

Oleh:

Dr. Erwin, S.H., M.H., Dosen Hukum Pidana FH UNJA

JAMBI, Beritategas.com – Mengatasi penyimpangan seksual dari perspektif norma hukum di Indonesia secara umum dan di Jambi secara khusus dapat ditelusuri dari norma dasar bernegara yaitu PANCASILA.

Adanya perilaku penyimpangan seksual seperti homoseksual yang sedang marak diberitakan baru-baru ini seperti hebohnya Gruf Facebook di duga komunitas gay di Jambi yang beranggotakan 4000 orang tentu menjadi hal yang memprihatinkan bagi kita warga Jambi.

Tentunya perilaku yang demikian seharusnya dan sebisa mungkin diatasi segera dengan melakukan penegakan hukum untuk mencegah berkembangnya komunitas tersebut. Salah satu caranya yaitu dengan menggali nilai-nilai moral yang terdapat dalam Pancasila.

Hubungan antara hukum dengan moral terjalin secara fungsional dan resiprokal. Artinya, dua kaidah sosial itu mempunyai hubungan fungsional yang timbal balik. Relasi fungsional keduanya terutama terlihat dalam pembentukan kaidah hukum dan dalam penegakan hukum sekaligus moral. Menyoal perilaku homoseksual dalam perspektif moral, tampaknya sudah perlu diatur dalam hukum yang ada di Indonesia.

Hingga saat ini homoseksual belum dilarang oleh hukum positif Indonesia. Padahal, perilaku homoseksual bertentangan dengan moral ideologi Pancasila. Penetapan perilaku homoseksual sebagai tindak pidana perlu dilakukan melalui kebijakan hukum pidana oleh badan-badan yang berwenang.

Tujuannya untuk merespon dengan baik keadaan dan situasi pada saat ini. Selain itu, membuat kebijakan hukum pidana terhadap perilaku homoseksual diharapkan dengan menggali nilai-nilai moral yang terdapat dalam Pancasila.

Pada dasarnya homoseksual adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila. Rujukan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kitab suci agama dan kepercayaan yang diakui di Indonesia.

Kitab suci agama Islam, Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Budha dan aliran kepercayaan Konghucu menyatakan karakter manusia hanya ada laki-laki dan perempuan. Begitu juga dalam undang-undang tentang perkawinan di Indonesia hanya ada mengakui dua jenis kelamin. Jadi, permintaan melegalkan pasangan kawin sejenis akan merusak tatanan yang ada.

Sila kedua berbunyi Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab berarti kemanusiaan sendiri punya martabat sebagai acuan moral. Nilai keadaban harus terlibat dalam merumuskan serta menjalankan kebijakan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Homoseksual di sisi lain adalah paham yang tidak memenuhi nilai keadaban. Perilaku homoseksual mengandung paham kebebasan yang bertentangan dengan adab ketimuran yang banyak diakui di Indonesia. Jika ditinjau dari perspektif kemanusiaan pun bertentangan, terutama saat dengan undang-undang yang jelas menjadi tidak adil karena sifat undang-undang adalah berlaku umum.

Sila kedua mengandung nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Di sisi lain, perilaku homoseksual dapat memusnahkan peradaban umat manusia. Homoseksual terbukti tidak mampu melahirkan peradaban.

Sila kedua Pancasila jelas mengandung suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada norma, nilai moral, dan kebudayaan. Kesadaran ini harus dipenuhi baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap lingkungannya.

Selain itu, sila kedua ini juga menjelaskan bahwa sesama manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan hukum. Ada kandungan prinsip asasi soal kecintaan kepada sesama manusia sesuai dengan prinsip kejujuran, kesamaan derajat manusia, keadilan, dan keadaban.

Sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia menegaskan hakikat bangsa yang multikultural dari berbagai aspek. Namun, kenyataan itu tidak boleh mengarahkan pada perpecahan tetapi justru mampu menjadi satu kesatuan bangsa yang utuh.

Nilai yang terkandung di dalam sila ketiga ialah sifat kodrat manusia yang monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sudah pasti manusia memiliki perbedaan individu, suku, ras, kelompok, golongan hingga agama.

Konsekuensi yang dicita-citakan ialah meski dalam negara yang beraneka ragam tetapi mengikatkan diri dalam suatu kesatuan semboyan Bhineka tunggal ika. Selain itu, sila ketiga ini mengandung prinsip asasi, persatuan, kebersamaan, kecintaan pada bangsa, dan kecintaan pada tanah air.

Masyarakat Indonesia hanya mengenal perkawinan secara heteroseksual yaitu antara laki-laki dan perempuan. Hubungan seksual selain itu merupakan hal yang tabu. Hubungan sesama jenis dianggap masyarakat sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan bertentangan dengan nilai agama.

Apabila perilaku homoseksual terjadi di masyarakat maka dipastikan akan terjadi pertentangan dan mengganggu ketertiban umum. Ujungnya dapat mengarahkan pada disintegrasi atau perpecahan.

Jadi, perilaku homoseksual rentan menyebabkan disintegrasi antar masyarakat sehingga bertentangan dengan nilai persatuan.

Selanjutnya sila keempat merupakan makna demokratis atau musyawarah. Manusia Indonesia diarahkan menjadi manusia yang bijaksana dalam menentukan suatu keputusan. Prosesnya dilakukan secara bersama dengan kesepakatan bersama, baik di kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.

Lalu, terkandung pula prinsip asasi kerakyatan, musyawarah mufakat, hikmat kebijaksanaan dan perwakilan, serta demokrasi yang harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Ukuran kesepakatan adalah ukuran masyarakat secara mayoritas demi kepentingan umum atau kepentingan bersama.

Fenomena homoseksual yang ditolak oleh mayoritas masyarakat Indonesia jelas menganggapnya perilaku menyimpang. Jadi, fenomena homoseksual bertentangan dengan sila keempat. Pemerintah tidak boleh melegalkan perilaku homoseksual di Indonesia karena bertentangan dengan kehendak masyarakat secara umum.

Hakikat sila kelima adalah makna adil dalam arti bagi kepentingan umum. Sila kelima berkaitan dengan empat sila sebelumnya, sehingga makna adil tidak diartikan menurut tiap individu. Keadilan sosial ialah sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, dan tidak ada penghisapan.

Sila kelima Pancasila jelas mengandung makna kesetaraan hak asasi manusia dan kewajiban menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Setiap orang memiliki martabat yang sama seperti makhluk Tuhan.

Tujuan akhir prinsip ini ialah mewujudkan tingkat kondisi layak. Tidak ada penderitaan, kesengsaraan, kemiskinan dan sebagainya, serta memungkinkan individu untuk hidup sebagai manusia yang utuh. Ukuran untuk menentukan makna adil adalah adil bagi kepentingan masyarakat secara luas. Selama perilaku homoseksual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang dan mengganggu tatanan sosial, maka fenomena homoseksual bertentangan dengan sila kelima Pancasila.

Sebagai kesimpulan diharapkan peran pemerintah dalam mengatasi penyimpangan seksual sangat diperlukan. Peran pemerintah bisa dalam bentuk formal baik negara maupun daerah, diharapkan dapat mencegah dan meminimalisir penyebaran perilaku penyimpangan homoseksual terutama gay di Jambi khusus dan Indonesia umumnya.

Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman

Ikuti Kami di :

Pos terkait

banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses