JAMBI, Beritategas.com – Bagi pasangan suami istri (Pasutri) kelahiran buah hati memang memberi euforia tersendiri. Sebagai orang tua, tentunya kita akan menyiapkan berbagai hal untuk menyambutnya, mulai dari nama, pakaian, perlengkapan mandi, tempat tidur, dan lain sebagainya. Tentunya di tengah semangat persiapan menyambut kedatangan anggota baru, jangan sampai lupa untuk menjadwalkan acara tasyakuran aqiqah ya.
Apa Itu Tasyakuran?
Tasyakuran berasal dari bahasa Arab. Tasyakur adalah kegiatan bersyukur dan berterima kasih kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Tasyakuran biasanya dilakukan secara bersama-sama, seperti bersama kerabat, tetangga, dan teman-teman dekat.
Oleh karena tasyakuran merupakan salah satu bentuk syukur, acara tasyakuran aqiqah biasa diisi dengan pengajian atau doa bersama. Secara tradisi tasyakuran juga dilengkapi dengan acara makan bersama.
Selain itu, tentu saja, aqiqah juga salah satu bentuk tasyakuran yang sebaiknya tak terlewat saat kamu melahirkan buah hati.
Melaksanakan aqiqah adalah salah satu cara kita mengikuti sunah Rasulullah SAW.
Makna dan Perintah Aqiqah dalam Islam
Pada dasarnya aqiqah adalah salah satu bentuk dan cara bersyukur kepada Allah SWT atas kelahiran bayi. Dari segi bahasa, aqiqah berasal dari bahasa Arab al-qa’tu yang berarti memotong. Sementara itu dari segi istilah, aqiqah dimaknai sebagai kegiatan menyembelih hewan ternak pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi.
Di masyarakat kita, ada sebagian kelompok menganggap bahwa aqiqah adalah suatu kewajiban. Mereka bahkan ada yang rela berutang untuk menunaikan acara tasyakuran aqiqah. Namun, sebagian lainnya menganggap bahwa aqiqah bukanlah sebuah kewajiban.
Lantas, bagaimana sebenarnya hukum aqiqah dalam Islam?
Menurut ust Sadam Husen, Merujuk pada tafsir oleh sebagian besar ulama yang dinilai paling kuat, hukum aqiqah dalam Islam adalah sunah muakad. Artinya, ibadah ini tidaklah wajib, tetapi sangat disarankan untuk dilakukan dan diutamakan. Artinya walaupun demikian seharusnya tidak ditinggalkan oleh orang yang mampu melakukannya.
Lebih lanjut ustadz Sadam Husen, S.Sy menerangkan, adapun salah satu hadis terkait aqiqah yang cukup kuat adalah:
“Semua anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disemebelihkan pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberikan nama.” (HR Abu Dawud)
Untuk kita ketahui bersama bahwa ada perbedaan mengenai jumlah hewan aqiqah untuk bayi laki-laki dan bayi perempuan. Hewan aqiqah untuk bayi laki-laki adalah domba atau kambing sejumlah dua ekor, sedangkan hewan aqiqah untuk bayi perempuan yaituh domba atau kambing sejumlah satu ekor.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi Al Hasan dan Al Husain masing-masing satu ekor kambing.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 1167 mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ini menunjukkan bahwa aqiqah dengan dua ekor kambing bagi anak laki-laki hanya menunjukkan afdhol. Namun kalau tidak mampu dan mengaqiqahi dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga tetap sah.
Kemudian ada juga sebahagian ulama berpendapat, Aqiqah ditunaikan apabila seorang muslim mampu melakukannya dan dari harta ayah, bukan harta anak. Apabila seorang muslim tidak memiliki kemampuan untuk biaya aqiqah, maka tidak apa-apa tidak menunaikan aqiqah.
Pasalnya, jika dia memaksakan diri untuk berutang padahal tidak ada kemampuan dan kepastian untuk melunasi utang tersebut, maka akan menjadi mudarat baik bagi dirinya sendiri maupun orang yang mengutanginya.
Apabila seorang ayah tidak dapat mengaqiqahkan sang anak, anak tersebut nanti dapat menunaikan aqiqah untuk dirinya sendiri setelah baligh.
Adapun syarat utamanya adalah anak tersebut sudah dewasa dan mampu melakukannya.
Kalau diperhatikan tasyakuran aqiqah bukan sekedar membagikan daging kambing saja, tapi di dalamnya juga terdapat berbagai doa baik untuk si bayi. Kalau di Jambi, diawali pembacaan ayat suci Al-Quran, kemudian dilanjutkan marhaban. Sesudah itu dilakukan pemotong rambut bayi dibarengi dan doa serta pengesahan nama untuk bayi sambil bersalawat.
Hal penting dalam tasyakuran aqiqah, yakni disertai niat tulus menunjukkan perasaan syukur dan kebahagian kepada Allah SWT. Aqiqah bisa dilakukan dengan sederhana tanpa harus bermewah-mewah.
Ustadz Sadam juga menambahkan bahwa dalam hadits nabi, aqiqah dilaksanakan pada hari ke-7, ke-14, dan hari ke-21 kelahiran bayi. Namun memang kadar rezeki orang berbeda-beda. Tinggal kemauan saja yang harus diperhitungkan. Apabila belum mampu melakukan tasyakuran aqiqah anak pada hari-hari tersebut, boleh melakukan pada saat ada rezeki.
Jika orang tua memang belum mampu meng aqiqahi anaknya, anak tersebut boleh aqiqah untuk diri sendiri ketika sudah dewasa dan memiliki rezeki lebih.
Pewarta : A.Erolflin
Editor: Firman











