Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Di antara ujian yang Allah berikan kepada kita adalah fitnah kehidupan dunia. Setiap dari kita pastilah diuji dengannya, entah itu berupa kekayaan harta yang melimpah ataupun ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan.
Allah Ta’ala berfirman menjelaskan kepada kita hakikat kehidupan dunia ini,
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan, suatu yang melalaikan, perhiasan, bermegah-megahan di antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadîd: 20)
Seorang muslim yang merdeka adalah mereka yang terbebas dari fitnah dan ujian tersebut. Ia bersabar tatkala diuji dengan kesempitan dan bersyukur tatkala diuji dengan kelapangan. Sebagaimana disebutkan di dalam hadis yang sahih,
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya. Dan jika dia ditimpa kesusahan, dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Jiwanya bebas dan merdeka, tidak mengutuk Allah dan menyalahkan keadaan tatkala sedang dalam keadaan sempit serta terbebas dan tidak diperbudak oleh hartanya tatkala Allah berikan kelapangan.
Momentum hari kemerdekaan Indonesia, selain tentunya mengajak kita untuk kembali bersyukur kepada Allah Ta’ala atas limpahan nikmat rasa aman dan kebebasan, hendaknya juga kita manfaatkan untuk memaknai kembali kemerdekaan diri kita sendiri.
Di mana di dalam ajaran Islam, tidaklah seseorang dikatakan merdeka dan bebas, kecuali setidaknya terbebas dari tiga hal berikut:
Pertama: Terbebas dari kesyirikan dan hal-hal yang mengantarkan kepadanya. Sehingga jiwanya bebas di dalam beribadah kepada Allah dan tidak menjadi sandera sesembahan-sesembahan selain-Nya.
Kedua: Terbebas dari belenggu hawa nafsu. Dalam kesehariannya, perbuatan yang dilakukannya jauh dari ketundukan kepada hawa nafsu, aktifitas kesehariannya jauh dari berbagai macam bentuk godaan nafsu syahwat dan nafsu syubhat. Karena rasa takutnya yang besar kepada Allah Ta’ala.
Ketiga: Bebas dari jerat-jerat fitnah dunia. Tidaklah dirinya diuji dengan rasa susah, kecuali ia bersabar, dan tidaklah ia diuji dengan rasa lapang, kecuali ia bersyukur kepada Allah Ta’ala.
Hakikat Kemerdekaan
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga keamanan dan kedamaian di negeri kita, memberikan hidayah kepada para pemimpin kita, dan senantiasa memberikan kemerdekaan dan kebebasan kepada diri kita untuk beribadah kepada-Nya, Aamiin
Perjuangan kemerdekaan bukan lagi persoalan melawan penjajahan di era modern saat ini. Melainkan, kemerdekaan dalam arti lain masih harus diperjuangkan. Kemerdekaan yang harus diteruskan adalah pemanfaatan kekayaan dan sumber daya tanah air untuk mewujudkan kemajuan dan kemakmuran bangsa yang berasaskan keadilan. Bebas berkarya dalam koridor syariat Islam, serta penuh tanggung jawab atas segala perbuatannya.
Makna kemerdekaan menurut Islam adalah keadilan dan keharmonisan. Secara prinsip, pemerintah harus bisa menjamin hak-hak rakyat secara adil dan merata. Kemerdekaan saat ini bisa tercapai jika semua rakyat bisa mengakses pendidikan, kesehatan, kemudahan lapangan pekerjaan, dan hak penghidupan lainnya. Dengan kata lain, jika berkaca pada kondisi negara saat ini, kita sedang melawan bangsa sendiri.
Ust. Sadam berharap peringatan kemerdekaan ke-80 tahun ini menjadi momentum untuk memaknai kemerdekaan sebagai amanah yang harus dijaga dan diisi dengan amal terbaik.
Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman