Kejaksaan Tinggi Jambi angkat dalam Seminar “Kesepakatan Penundaan Penuntutan”

JAMBI, Beritategas.com – Kesepakatan Penundaan Penuntutan atau Deferred Prosecution Agreement (DPA), adalah mekanisme hukum di mana Jaksa dapat menunda atau bahkan menghentikan penuntutan terhadap pelaku khususnya korporasi jika mereka memenuhi syarat tertentu, seperti pengakuan kesalahan, pembayaran denda, pemulihan kerugian negara, dan reformasi internal. Hal ini menjadi kajian dalam Seminar Nasional dalam memperingati Hut ke-80 Kejaksaan Republik Indonesia.

Seminar dengan tema “Optimalisasi Pendekatan follow the Asset dan Follow the Money melalui Deffered Prosecution Agrement dalam Perkara Penanganan Pidana” yang berlangsung di Lantai 1 Gedung UNIFAC Universitas Jambi, pada Rabu (27/08/2025).

Bacaan Lainnya

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi Dr. Hermon Dekristo, S.H., M.H., selaku keynote speech dalam seminar ini menyampaikan kajian tentang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dr. Hermon mengemukakan bahwa Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melalui Pendekatan “Follow the Money” dan “Follow the Asset” adalah strategi investigasi yang menekankan pelacakan alur uang dan aset hasil kejahatan.

Konsep ini lahir dari pemahaman bahwa kejahatan pidana, terutama korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sering kali meninggalkan jejak finansial yang dapat diikuti. Di Indonesia, pendekatan ini telah diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, serta didukung oleh Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

“Melalui follow the money, penyidik dapat mengungkap jaringan kejahatan yang lebih luas, memiskinkan pelaku, dan memulihkan aset negara yang dirampas”, ujarnya.

Namun tantangan utama dalam implementasinya adalah, 1. Proses Penuntutan Yang Panjang, 2. Biaya Tinggi, dan 3. Risiko Kegagalan Pemulihan Aset Akibat Peradilan Yang Berlarut-Larut.

Menghadapi persoalan ini, maka peran Deferred Prosecution Agreement (DPA) menjadi krusial. DPA, atau Kesepakatan Penundaan Penuntutan, adalah mekanisme hukum di mana jaksa dapat menunda atau bahkan menghentikan penuntutan terhadap pelaku khususnya korporasi jika mereka memenuhi syarat tertentu, seperti pengakuan kesalahan, pembayaran denda, pemulihan kerugian negara, dan reformasi internal.

Konsep ini telah sukses diterapkan dibeberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Inggris, di mana DPA tidak hanya mempercepat penyelesaian akan tetapi juga memastikan restorative justice, yaitu pemulihan bagi korban dan masyarakat.

Di Indonesia, meskipun DPA belum diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, ada ruang untuk adaptasinya melalui pendekatan Restorative Justice(RJ) yang telah diakui dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Beberapa kajian akademis, seperti yang dipublikasikan dalam jurnal hukum Hasanuddin dan Universitas Padjadjaran, menyarankan penerapan DPA untuk kasus korporasi guna mengurangi beban peradilan dan meningkatkan pemulihan aset.

Menurut Kajati, Optimalisasi follow the asset dan follow the money melalui DPA dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
Intedrasi dalam Investigasi awal.
Fokus Pada Korporasi.
Kolaborasi Antar Lembaga
Urgensi Pembentukan PERMA
Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Rancangan KUHAP)
Fokus Pada Korporasi. Untuk perusahaan yang terlibat korupsi, DPA memungkinkan mereka untuk menerapkan Anti Bribery Management System (seperti ISO 37001), membayar kompensasi, dan menghindari sanksi pidana yang merusak ekonomi nasional. Ini selaras dengan prinsip pen pemulihan aset dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kolaborasi Antar Lembaga.
Kolaborasi antar lembaga, seperti di Kejaksaan Tinggi Jambi, memperkuat sinergi kejaksaan, kepolisian, dan lembaga keuangan dalam mengungkap kasus korupsi dan TPPU. Strategi Yollow The Money, Follow The Asset efektif menelusuri aliran wang barang karena setiap transaksi mencurigakan meninggalkan jejak. Dengan menelusuri pergerakan dana dan transaksi tidak wajar, penyidik dapat menemukan bukti kuat untuk mengungkap tindak kejahatan yang lebih besar.

Urgensi Pembentukan PERMA.
Konsep DPA harus mendapat penetapan pengadilan agar sejalan dengan Rule of Law, melindungi HAM, dan menjadi bagian dari sistem peradilan terpadu, sehingga memiliki kepastian hukum serta dapat dijadikan dasar pertimbangan Mahkamah Agung dalam penerbitan Perma.
Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Rancangan Kuhap)

Mendorong para stakeholder dalam upaya perumusan konsep pendekatan Follow The Money melalui DPA dalam pembaharuan KUHAP, sebagai dasar hukum dalam upaya solusi dalam penyelesaian perkara kejahatan yang melibatkan korporasi yang bertujuan pemulihan keuangan negara dan aset.

Ide-ide yang disampaikan ini dilemparkan ke forum seminar untuk dibahas bersama. “ Masa depan hukum ditentukan oleh keberanian kita mengubah kebiasaan lama dengan langkah baru yang membawa kebaikan”.

Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber yang memiliki keahlian di bidangnya, yakni Ketua Pengadilan Tinggi Jambi, Dr. Ifa Sudewi, S.H., M.Hum., Akademisi Fakultas Hukum UNJA, Prof. Dr. Usman, S.H., M.H., serta Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (PERADI-SAI), Dr. A. Patra M. Zen, S.H., LL.M. Kegiatan di moderatori Dr. Muh. Asri Irwan, SH. MH Koordinator Kejati Jambi.

Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman

Ikuti Kami di :

Pos terkait

banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses