JAMBI, Beritategas.com – Dulu Boedi Oetomo bangkit untuk merintis kemerdekaan bangsa, maka kini kita harus bangkit untuk merintis kedaulatan digital yang menempatkan manusia, bukan algoritma dan kapital, sebagai pusat kebijakan.
Kebangkitan nasional adalah cara mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala bidang, termasuk pembangunan kesejahteraan sosial. Kebangkitan nasional adalah untuk mengenang kembali bagaimana semangat perjuangan bangsa Indonesia tempo doeloe untuk mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan pembangunan.
Pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun ini, saya berkesempatan berdialog langsung dengan para pengemudi ojek online (ojol), sebuah profesi yang kini menjadi bagian penting dalam denyut nadi ekonomi rakyat.
Mereka menyampaikan berbagai aspirasi, terutama terkait ketimpangan dalam skema kerja dan pembagian hasil dengan perusahaan aplikator.
Setelah mendalami skema tarif dan pola relasi kerja antara mitra dan perusahaan aplikator, tampak bahwa ketimpangan itu bukan hanya soal angka, tetapi menyangkut aspek keadilan sosial dan martabat kerja.
Para mitra ojol bekerja keras di tengah risiko lalu lintas dan cuaca, namun sering kali memperoleh penghasilan yang tidak sebanding dengan keuntungan besar yang diraih oleh korporasi digital.
Solusinya tentu bukan sekadar revisi kecil-kecilan terhadap regulasi yang ada. Negara harus hadir secara aktif, bukan hanya sebagai pengawas, tetapi sebagai pelaku.
Sudah saatnya pemerintah melalui BUMN, atau konsorsium dana publik seperti Danantara, berinvestasi untuk membangun perusahaan aplikator digital nasional dengan skema yang lebih manusiawi dan adil bagi mitra ojol.
Langkah ini bukan hanya wujud keberpihakan negara kepada rakyat pekerja, tapi juga merupakan investasi strategis yang menjanjikan secara ekonomi.
Bisnis transportasi berbasis aplikasi terbukti menguntungkan, namun saat ini keuntungannya terlalu terkonsentrasi pada korporasi global yang tidak seluruhnya berpihak pada kesejahteraan mitra lokal.
Dengan masuknya negara sebagai aktor ekonomi digital, tidak hanya kesejahteraan mitra yang meningkat, tetapi juga akan tercipta iklim kompetisi yang lebih sehat dan beretika.
Inilah esensi sejati dari semangat kebangkitan: ketika negara tidak lagi absen dalam isu-isu strategis rakyat, tetapi tampil sebagai pelindung, pengatur, sekaligus penggerak perubahan.
Hari Kebangkitan Nasional seharusnya menjadi pengingat bahwa pembangunan bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tentang keadilan ekonomi digital.
Jika dulu Boedi Oetomo bangkit untuk merintis kemerdekaan bangsa, maka kini kita harus bangkit untuk merintis kedaulatan digital yang menempatkan manusia, bukan algoritma dan kapital, sebagai pusat kebijakan.
*Mochammad Farisi
(Dosen Hukum Internasional UNJA, Peneliti Hak Politik dan Kepemimpinan Etis, Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan Kebangsaan (Pusakadem.ia), Pemerhati masalah transportasi).
Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman