Berharap wafat di Tanah Suci Mekkah atau Madinah, Bolehkah!

JAMBI, Beritategas.com – Kematian adalah sesuatu yang pasti. Tidak ada yang bisa memajukan atau memundurkan waktu yang telah Allah tetapkan itu.

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan” (QS al-Ankabut: 57).

Masalah kematian tidak dapat diduga kapan akan tiba, tidak ada yang mengetahui kapan ajal menjemput kita. Sebagaimana difirmankan oleh-Nya, maut tidak bisa maju, tidak pula dapat mundur.

Tugas manusia adalah mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan setelah mati, bukan berputus asa dengan mengharapkan kematian.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam melarang umatnya mengharapkan kematian karena musibah yang menimpa. Nabi mengajarkan untuk berdoa agar diberikan hal yang terbaik, mati atau hidup, bukan dengan mengharapkan kematian.

Karena itu, Islam mengajarkan kepada manusia agar mempersiapkan bekal sebelum ajal menjemput. Berdoalah kepada Allah agar diri terhindar dari akhir yang buruk (su’ul khatimah).

Setiap musim haji, kita kerap mendapati kabar tentang sejumlah jamaah yang menemui akhir hayatnya di Tanah Suci. Bagaimanakah hukum mengharapkan kematian saat menunaikan ibadah haji?

Seperti dikutip dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, mengharapkan kematian tidak selalu berkonotasi buruk. Bahkan, ia bisa menjadi sebuah sunah apabila dilatari niat atau tujuan yang baik.
Misalnya, berharap mati sebagai syuhada di jalan Allah. Begitu pula dengan harapan untuk wafat di Tanah Suci, yakni Makkah, Madinah, ataupun Baitul Makdis.

Kemudian dari beberapa sumber yang dirangkum menyebutkan “Sunah mengharapkan kematian di tempat mulia, yaitu Makkah, Madinah, dan Baitul Makdis, seyogianya disamakan juga dengan tiga tempat tersebut, tempatnya orang-orang saleh.”

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjadi salah satu pendorong utama:

“Barang siapa keluar untuk berhaji lalu meninggal, maka ditulis baginya pahala haji hingga hari kiamat. Barang siapa keluar untuk umrah lalu meninggal, maka ditulis baginya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barang siapa keluar untuk berjihad lalu meninggal, maka ditulis baginya pahala jihad hingga hari kiamat.” (HR. Ahmad).

Berharap wafat di Tanah Suci Makkah (atau Madinah) merupakan harapan yang dianjurkan dalam Islam, karena dianggap sebagai tempat yang mulia dan berkah. Hukumnya adalah sunnah, yaitu sesuatu yang baik untuk dilakukan, namun tidak wajib. Berdoa untuk wafat di Tanah Suci adalah bagian dari doa yang baik dan dianjurkan. 

Wafat di Tanah Suci, terutama Makkah dan Madinah, dianggap sebagai keutamaan karena kedua kota tersebut adalah tempat yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya juga memiliki harapan untuk wafat di Tanah Suci, dan mereka berdoa untuk itu. Wafat di Tanah Suci adalah takdir Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bukan sesuatu yang bisa diusahakan atau dipaksakan. 

Berdoa untuk wafat di Tanah Suci juga memiliki hikmah, di antaranya adalah mendapatkan berkah dari tempat yang suci dan doa dari orang-orang saleh yang berada di sana. 

Walaupun demikian menurut ust. Umar, Lc, tidak boleh juga menyakiti diri sendiri atau mengabaikan kesehatan dengan harapan untuk wafat di Tanah Suci. Meninggal atau wafat saat beribadah haji atau umrah di Tanah Suci, yang bisa dianggap sebagai mati syahid, berbeda dengan meninggal karena penyakit atau kecelakaan di sana. 

Umar bin Khattab RA bahkan berdoa, “Ya Allah, karuniakan aku syahid di jalan-Mu dan jadikan kematianku di negeri Rasul-Mu,” menunjukkan betapa mulianya harapan ini.

Keinginan meninggal di Tanah Suci adalah mulia, tetapi yang lebih mulia adalah menjalani hidup dengan penuh ketaatan, di mana pun dan kapan pun kematian datang.

Lebih dari sekadar tempat kematian, Islam menekankan pentingnya husnul khatimah—akhir yang baik. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya.” (HR. Al-Bukhari).

Husnul khatimah tidak ditentukan oleh lokasi, melainkan oleh ketaatan dan keikhlasan di akhir hayat. Allah SWT memerintahkan:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran [3]: 102).

Dengan demikian, menurut ust. Umar marilah kita jadikan keinginan meninggal di Tanah Suci sebagai motivasi untuk memperbanyak amal saleh, bukan sekadar mengejar tempat atau waktu tertentu. Sebab, yang menentukan nilai seorang hamba di sisi Allah adalah kualitas iman dan amalnya, serta bagaimana ia menutup perjalanan hidupnya dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan kepada-Nya.

Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman

Ikuti Kami di :

Pos terkait

banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses